Gurano Bintang, adalah sebutan dari masyarakat setempat untuk ikan Hiu Paus Rhincodon typus adalah Hiu pemakan plankton yang bisa ditemui dalam perjalanan Novita menuju Teluk Cendrawasih. Jarak tempuh dan sulitnya kendaraan, semua dapat tergantikan disini.

Gurano Bintang, adalah sebutan dari masyarakat setempat untuk ikan Hiu Paus Rhincodon typus adalah Hiu pemakan plankton yang bisa ditemui dalam perjalanan Novita menuju Teluk Cendrawasih. Jarak tempuh dan sulitnya kendaraan, semua dapat tergantikan disini.

Perjalanan di mulai dari Manokwari. Setelah mencari info ke dermaga-dermaga untuk kapal yang akan berangkat ke Wasior, akhirnya saya dan teman-teman berhasil mendapatkannya. Pelajaran pertama yang saya dapat disini adalah, keberangkatan kapal dari Manokwari ke Wasior tidak selalu tepat harinya jika ada pejabat yang akan memakai kapal tersebut. Jadi harus selalu aktif bertanya baik pada agen di dermaga maupun pada kapal besar yang sedang bersandar.
Gracelia, adalah kapal yang akan mengantar kami ke Wasior.Dengan membayar tiket Rp 160.000 untuk kelas ekonomi dengan fasilitas, tidur di dek bagian bawah seperti bangsal dengan menggunakan matras serta tidur bersama-sama. Jika ingin mendapat kamar yang berada di dek atas, penumpang membayar lagi sebesar Rp 400.000, dengan menyewa kamar ABK kapal.

Setelah seharian di kapal Gracelia yang berangkat pukul 18.00 WIT dan tiba pukul 05.00 WIT di pagi hari atau kurang lebih selama 14 jam dari Manokwari – Wasior, tibalah kami di Wasior dan langsung ke kapal pendidikan WWF yaitu Gurano Bintang untuk menyesuaikan diri dan tidur di kapal itu.
Wasior merupakan kota Kabupaten yang pernah mengalami banjir besar. Jejak-jejak itu masih tertinggal dengan beberapa rumah korban banjir yang belum di perbaiki. Tidak jauh dari dermaga, terdapat tanah luas, seperti alun-alun (sebutan untuk di Jawa), terletak batu-batu dengan berbagai tulisan dan coretan. Menarik membaca tulisan-tulisan tersebut, sepertinya ungkapan perasaan mereka pada negeri yang tercinta ini.

Tempat paling saya suka, saat berada di daerah lain adalah pasar tradisional. Melihat pasar tradisional yang menjual berbagai macam sayuran, ikan dan lain-lain. Sistem berdagang mereka dengan cara menumpuk bukan ditimbang, menarik perhatian saya. rata-rata satu tumpukan 5.000 atau 10.000. Bawang ditumpuk, cabe ditumbuk, tomat, kedondong, jeruk nipis dan lain-lain. Harga 2 kali lipat dari Jawa. MAHAL!!!!!
Harga mahal...wajar. Bahan baku mereka dapat dari Manokwari. Naik kapal selama 14 jam dengan jadwal tidak menentu serta menginap di Manokwari,pasti membuat uang keluar lebih banyak.Sore, mengejar matahari yang siap tenggelam, saya abadikan keindahannya dengan semburat merah yang ditinggalkan. Burung Camar laut melakukan manuver-manuver hebat untuk mendapatkan makanan yaitu ikan Teri. Sangat mengesankan !!
Selanjutnya, Kapal Gurano bintang berangkat. Perjalanan dari Wasior menuju ke Kampung Yende dan Kampung Syabes kira-kira 4 jam.
Terayun-ayun di ombak biru, ditemani ratusan ikan kecil-kecil bergerombol berenang dan melompat. Langit biru dengan gugusan pulau nan hijau menemani perjalanan ini. Sesekali melintas perahu nelayan memancing mencari ikan.

Kapal Gurano Bintang lepas jangkar di laut, diantara kampung Yende dan Syabes. Dari kejauhan saya bisa memandang rumah-rumah panggung tradisional dengan atap daun sagu. Kedua kampung itu selain memiliki laut yang indah juga memiliki bukit dengan hutan yang lebat.
Kampung Yende
Kampung Yende, selain memiliki pemandangan yang indah saat berdiri di dermaga, juga memiliki air terjun dengan air yang sangat jernih dan segar. Menuju air terjun tidak terlalu jauh dari ujung kampung, dan tidak harus mendaki bukit. Melalui pipa-pipa, air tawar itu di salurkan ke rumah-rumah disana.
Dermaga kecil dan sederhana, tempat masyarakat untuk mendapatkan ikan. Ikan-ikan berenang di sekeliling dermaga, banyak sekali. Cukup memancing dari dermaga menggunakan senar tanpa umpan, ikan-ikan akan mudah mereka dapatkan.
Pantai panjang, berada di depan kampung, berada di sisi kanan kampung. Di pantai panjang itu, memiliki pasir yang putih serta memiliki penampang laut yang lengkap. Melihat mulai dari hutan tropis, pantai, lamun dan terumbu karang nan elok.

Saya bisa melihat aktivitas penduduk di kampung ini membuat sagu. Mulai dari mengambil serabut-serabut dari batang pohonnya, mencuci dan memeras berkali-kali, hingga menghasilkan sagu. Cukup menggunakan alat sederhana, yaitu batang sagu itu sendiri untuk mereka memerasnya. Masyarakat disini dibesarkan dengan teknologi yang ada di alam mereka sendiri.

Sagu-sagu dengan dikemas secara sederhana dengan harga 200 ribu untuk satu kemasan. Dengan memakai kapal perintis, sagu-sagu kualitas bagus di jual ke kota.
Dari kampung Yende ke Syabes ada jalan darat yang menghubungi kampung tersebut. Tidak jauh beda kedua kampung tersebut. Aktivitas mereka sama. Air bersih serta karang dan lamun berada di depan kampung.
>> perjalanan berikutnya ke kampung-kampung berjumpa dengan Gurano Bintang <<
Nabire Whale Sharks Dive
Pak Rudi dari Papua Pro, mengirimkan data dan informasi untuk anda sekalian jika tertarik ingin menyelam bareng Hiu Paus. Berikut rincian kegiatan dan pembiayaannya. OUR CONCEPT
We welcome you to enjoy our traditional and adventurous way of life. Private beach distant from the frenetic of the city, ready to be a part of your leisure time here. The simpleness and warm hearted people of Kwatisore village will meet you at your first step at the village.
COMMENTS