Kami meneruskan perjalanan dan tiba di Dam control yang sudah tenggelam oleh material lahar, lokasi ini ternyata adalah favorit para turis...
Kami meneruskan perjalanan dan tiba di Dam control yang sudah tenggelam oleh material lahar, lokasi ini ternyata adalah favorit para turis local untuk berfoto, dengan latar belakang Dam dan Merapi nun jauh disana memang menyajikan pemandangan yang spektakuler, kami pun tidak mau ketinggalan untuk mengabadikan moment di sini
Kami melanjutkan perjalanan melintasi hamparan pasir lahar dingin yang sangat luas, Pak Sopir berkisah bahwa sebelum erupsi lokasi ini adalah sebuah desa, kini jadi padang pasir lahar….Lalu kami melanjutkan ziarah ke Makam Mbah Marijan, di pemakaman umum berlokasi didekat sebuah Masjid, jauh dari Desa Kinah Redjo tempat tinggal Mbah Marijan, menurut penjaga Makam, kerabat Mbah Marijan yang meminta agar di makamkan di sini karena pada saat itu masih belum memungkinkan melakukan pemakaman di sekitar Kinahrejo mengingat aktifitas Merapi yang masih tinggi
“Batu Alien” adalah lokasi berikutnya yang kami tuju, menurut keterangan Pak Sopir, batu ini konon menjadi favorit juga bagi wisatawan lokal, entah ada unsur mistis apa sehingga banyak dikunjungi, setelah kami tiba dan mengamatinya, batu ini memang luar biasa besar dan memili bentuk seperti wajah manusia, mungkin karena inilah orang sini menyebutnya batu alien dan banyak dikunjungi warga local. Namun yang patut kita jadikan pelajaran dari keberadaan batu ini adalah betapa dahsyatnya alam, Batu sebesar itu bisa menggelinding dari puncak Merapa menuju tempatnya sekarang berada yang berjarak lebih kurang 20 km !, mengisahkan ini kepada anak anak pada moment yang nyata adalah penting agar mereka bisa menyelami “wisdom” nya alam, bahwa kita sesungguh amat kecil dan tidak berdaya dibanding kekuatan alam ciptaan yang maha Kuasa, semoga anak anak kita kelak tidak tumbuh menjadi orang yang sombong, Aamiin.
Hari sudah mulai terik ketika kami melanjutkan perjalanan menuju sebuah menara pantau yang berada diatas sebuah bukit, menara pantau ini ber konstruksi baja dan terlihat kokoh, menara ini memang menjadi destinasi wajib untuk tour penyewa jeep jalur panjang, bagi anda penggemar photography, memotret Merapi dari menara pantau ini dijamin menghasilkan gambar yang indah, disamping karena sosok merapi sendiri yang terlihat jelas dan tegas terutama kerutan kerutan dai bagian puncaknya yang telah gugur, juga bukit bukit hijau yang mengililingi dan melatarinya… sebuah pemandangan menakjubkan, perpaduan antara keangkeran Merapi dan kelembutan alam hijau disekelilingnya…
Ditengah terik matahari kami mendapatkan keberuntungan yang lain, ketika kami menengadah keatas, matahari persis berada diatas kepala, dikelilingi cincin cahaya yang lebar, fenomena yang disebut sebagai “Halo” ini amat jarang muncul dan kami mendapatkannya di Merapi, kami berhenti sebentar untuk mengabadikan fenomena langka ini
Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju kali Adem, sebuah aliran lahar yang lain yang telah memendam sungai atau kali yang amat dalam, sebelum erupsi kali adem memang dikenal sebagai tambang pasir, truk truk yang mengangkut pasir terlihat amat kecil, manusia tampak sebesar batang korek api jika dilihat dari tempat kami sekarang berdiri, kini tempat kami berdiri diatas pasir lahar, rata dengan batas lembah disebrerang kali Adem, sekali lagi ketakjuban melanda kami, jutaan meter kubik lahar telah memenuhi sepanjang aliran kali Adem hanya dalam waktu sesaat, semoga tidak ada korban manusia yang terpendam dibawah sana.
Tidak terasa sudah 2 jam lebih kami berkeliling mengunjungi desa desa korban erupsi, kulit lengan sudah mulai gosong, udara memang sejuk tetapi matahari yang menyengat membuat kulit cepat gosong, seharusnya kami membawa sun block cream atau mengenakan baju lengan panjang untuk melindungi kulit dari sengatan matahari, disarankan agar anda melakukan persiapan yang baik jika ingin berkunjung atau napak tilas erupsi merapi, (belakangan kulit saya kena iritasi, gatal dan muncul bercak bercak hitam).
Jam Erupsi, adalah lokasi berikutnya yang kami datangi, sepanjang perjalanan Pak Sopir dengan semangat bercerita tentang Jam Erupsi, tadinya kami masih agak bingung dengan apa yang dimaksud Jam Erupsi itu, tetapi begitu sampai kami baru sadar bahwa yang dimaksud dengan Jam Erupsi adalah Jam atau waktu erupsi yang dhasyat itu terjadi, jam dinding yang menempel di tembok rumah yang telah kusam menunjukkan angka 12:05. saat itu Jumat, 5 November 2010, dini hari awan panas atau wedus gembel melanda rumah ini dan seluruh desa serta desa desa lain disekitarnya. Pada saat itu jam dinding tersebut langsung berhenti berdetak, dan kini, si pemilik rumah seorang Ibu menjadikan rumahnya sebagi museum, masyarakat mengenalnya sebagai Jam Erupsi…
Ibu ini (maaf kami lupa namanya), adalah penggiat remaja dimasa sebelum erupsi, berekonomi cukup mapan, petani dan peternak sapi, semua hartanya lenyap, kini ia biarkan rumah itu apa adanya dengan segala isinya termasuk jam yang dibiarkan tetap berada didinding sebagai saksi dahsyatnya erupsi merapi. Kerangka sapi, motor hangus, perlengkapan rumah tangga, TV, gending yg berkarat, pakaian, serta barang pecah belah, termasuk gelas dan botol yang meleleh, juga kusen, dan daun pintu serta daun jendela yang gosong ia susun rapi untuk menjadi pengingat bagi pengunjung bahwa harta ini adalah titipan Ilahi, jika Ia menghendaki sekejap saja niscaya akan lenyap…
Meseum “Jam Erupsi” adalah sebuah pelajaran yang nyata bagi kita dan anak anak yang menyaksikan langsung, tentang ke fanaan dunia ini…
Para pengunjung bebas melihat dan menyentuh benda benda yang ada di rumah ini, sang Ibu juga dengan telaten menjelaskan kepada setiap pengunjung yang bertanya tentang atau seputar erupsi Merapi. Tak lupa setiap pengunjung akan meninggalkan sejumlah uang secara sukarela di kotak yang telah tersedia sebagai rasa simpati dan terimakasih. Semoga Allah lebih menguatkan Ibu yang memang sudah tegar ini, Aamiin.
artikel sebelumnya: Merapi 2 tahun setelah erupsi
ditulis oleh: Muhammad Afif
COMMENTS